Dokter Kandungan Surabaya | Dr. Greg Agung, SpOG

Dokter Spesialis Kandungan di Surabaya

  • Home
  • Layanan
    • Konsultasi & Kontrasepsi
    • PAP Smear
    • Pemeriksaan Ginekologik
    • Pemeriksaan Kehamilan
    • Screening USG 4D
  • Jadwal Dokter
  • Artikel
    • Kebidanan & Kandungan
    • ObsGyn Update
  • Tentang Kami
    • Fasilitas
  • Login Pasien
  • Daftar Antrian
  • 26 June 2022
You are here: Home / Archives for Kebidanan & Kandungan

Menyusui di Bulan Puasa

19 April 2021 by Dr. Gregorius Agung, SpOG

Setiap umat muslim tentunya ingin menjalankan ibadah puasa dengan baik. Menjalani puasa tidak hanya ketika bulan Ramadan saja, melainkan banyak juga bentuk ibadah puasa yang wajib dan sunna yang umumnya dilakukan.Di antaranya puasa sunnah yang dijalankan pada bulan Syawal, Dzulhijjah, Muharram, atau setiap hari Senin dan Kamis. Moms bisa juga suatu waktu menjalani puasa untuk membayar utang karena terhalang datang bulan, atau menjalankan puasa ketika mau merayakan Idul Adha. Mengingat semakin tekun berpuasa, tentu akan semakin banyak pahala yang didapatkan, seperti apa hukum puasa bagi ibu menyusui?

Hal ini mungkin memberikan kekhawatiran bagi para ibu menyusui, apakah boleh tetap berpuasa atau tidak. Apalagi, mengingat pemberian ASI sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan Si Kecil, tentunya setiap ibu ingin memberikan yang terbaik untuk Si Kecil.

Penelitian terhadap perempuan yang puasa sambil menyusui yang diterbitkan European Journal of Clinical Nutrition menemukan bahwa produksi ASI selama puasa menurun.

Namun, pada penelitian lainnya yang diterbitkan IOS Press menunjukkan bahwa hal tersebut bisa terjadi karena kebutuhan nutrisi makro dan mikro ibu menyusui tidak terpenuhi saat berpuasa sehingga produksi ASI mereka menurun.

Sebenarnya, hukum puasa bagi ibu menyusui diperbolehkan, hanya saja melihat beberapa kondisi tertentu.

Bagi Moms yang sedang menjalani ASI eksklusif, sebaiknya tidak berpuasa terlebih dulu. ASI eksklusif diberikan pada 6 bulan pertama kehidupan bayi dan merupakan momen yang penting untuk dilaksanakan.

Setiap asupan gizi yang diterima bayi berasal dari ibunya sehingga Moms sangat dianjurkan untuk mengonsumsi asupan bergizi secara rutin setiap hari.

Hukum Puasa Bagi Ibu Menyusui dalam Islam

Sementara itu, mengutip NU Online, Mahbub Ma’afi Ramdlan menjelaskan bahwa dalam hukum puasa bagi ibu menyusui, ibu menyusui diperbolehkan untuk tidak berpuasa jika berpuasa itu bisa berbahaya bagi kesehatan sang ibu dan anaknya, atau salah satunya.

Menurut madzhab syafi’i, jika seorang ibu menyusui berpuasa dan dikhawatirkan akan berdampak negatif pada dirinya dan anaknya, atau dirinya, atau anaknya, saja maka wajib untuk membatalkan puasanya, dan nantinya berkewajiban meng-qadla’ puasanya.

Namun, jika dikhawatirkan membahayakan hanya sang anak saja, maka sang ibu menyusui tersebut tidak hanya berkewajiban meng-qadla’ tetapi ada kewajiban lain yaitu membayar fidyah.

Hal ini sebagaimana dikemukakan Abdurrahman al-Juzairi:

“Madzhab syafi’i berpendapat, bahwa perempuan hamil dan menyusui ketika dengan puasa khawatir akan adanya bahaya yang tidak diragukan lagi, baik bahaya itu membahayakan dirinnya beserta anaknya, dirinya saja, atau anaknya saja. Maka dalam ketiga kondisi ini mereka wajib meninggalkan puasa dan wajib meng-qadla’nya.

Namun dalam kondisi ketiga, yaitu ketika puasa itu dikhawatirkan memmbayahakan anaknya saja maka mereka juga diwajibkan membayar fidyah.”

(Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Bairut-Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet ke-2, h. 521)

Tidak hanya mengetahui hukum puasa bagi ibu menyusui dari madzhab syafi’i, untuk mengetahui lebih lanjut jika puasa yang dilakukan ibu menyusui itu membahayakan atau tidak, bisa diketahui berdasarkan kebiasaan sebelum-sebelumnya, keterangan medis, atau dugaan yang kuat.

Dalam situs Islam QA, dijelaskan bahwa hukum puasa bagi ibu menyusui dan wanita hamil, ada dua kondisi:

Pertama, jika tidak ada pengaruh baginya bepuasa dan tidak kesulitan baginya untuk berpuasa, serta tidak dikhawatirkan dampaknya terhadap anaknya, maka wajib baginya berpuasa.

Kedua, jika ibu menyusui atau hamil merasa khawatir tentang dampak pada dirinya atau anaknya jika berpuasa, maka dia boleh berbuka dan mengqadha hari-hari yang dia berbuka.

Dalam kondisi seperti ini, lebih utama baginya jika berbuka dan makruh berpuasa. Bahkan sebagian ulama menyebutkan bahwa jika dia khawatir terhadap anaknya, wajib baginya berbuka dan haram baginya berpuasa.

Hukum puasa bagi ibu menyusui selanjutnya, jika usia Si Kecil sudah lewat 6 bulan dan bayi sudah memulai MPASI, Moms boleh tetap berpuasa.

Namun, tetap ada hal yang harus diperhatikan yaitu asupan saat berbuka puasa dan sahur. Hal ini untuk menjaga agar produksi ASI tetap berkualitas bagi Si Kecil.

“Ketika puasa sambil menyusui boleh saja, jika bayi sudah memulai MPASI. Pastikan asupan nutrisi saat sahur, berbuka puasa, dan sebelum tidur tetap terjaga dengan baik. Makan besar harus tetap 3 kali yang dilengkapi dengan karbohidrat, protein hewani, sedikit lemak, sayur, dan buah,” ungkap dr. Sarah, saat berbincang-bincang pada Kulwap Orami Community.

Menurut dr. Sarah pula, Moms bisa mengonsumsi suplemen ASI untuk mempertahankan kualitas produksi ASI. Jangan lupa untuk selalu pumping setiap malam dan menjelang subuh ya Moms!

Tidak hanya bayi yang sedang menjalani ASI eksklusif, kondisi kesehatan bayi lainnya tetap harus menjadi perhatian ketika Moms ingin memulai puasa. Jika bayi sedang sakit atau sedang menjalani program kenaikan berat badan, sebaiknya tunda dulu untuk berpuasa.

Saat puasa, ibu menyusui bisa saja mengalami dehidrasi karena harus menyusui eksklusif. Namun kamu gak perlu khawatir, coba terapkan tips ini agar puasamu tetap lancar.

  1. Perhatikan Usia Bayi
    Sebelum memutuskan puasa, sebaiknya konsultasikan pada dokter terlebih dahulu. Dengan begitu, dokter juga bisa melihat kondisi kesehatan si bayi dari usianya. Jika bayi berada di bawah usia 6 bulan, dia akan bergantung pada asi sebagai asupan gizi utama. Jika bayi telah memasuki usia 6 bulan, biasanya kamu akan diperbolehkan puasa. Karena di masa ini bayi sudah mendapatkan makanan pendamping asi.


  2. Jaga Nutrisi Makanan
    Kamu dianjurkan untuk tetap makan sebanyak tiga kali dalam sehari. Makanan tersebut juga harus sesuai dengan komposisi nutrisi yang terdiri dari 20 persen lemak, 30 persen protein, dan 50 persen karbohidrat.
  3. Konsumsi banyak cairan saat Sahur dan Buka
    Puasa seringkali membuat tubuh kekurangan cairan. Hal ini bisa disiasati dengan pola minum yang benar. Misalnya dengan minum air putih minimal dua liter sepanjang buka hingga sahur. Pola 2-4-2 juga bisa kamu terapkan. Artinya dua gelas saat buka, empat gelas pada malam hari, dan dua gelas saat sahur. Kamu juga bisa menambah stamina dengan minum jus buah, susu dan juga teh hangat. Minum susu saat sahur juga bisa membantumu mengurangi terkena anemia bagi kamu yang sedang menyusui.
  4. Konsumsi makanan yang dapat memperlancar ASI
    Beberapa makanan yang dapat memperlancar ASI seperti sayuran dan buah-buahan, misalnya pepaya, jambu air, semangka dan kecambah.


  5. Pompa dan Menyusui semaximal mungkin pada malam hari
    Produksi ASI saat siang hari pasti akan berkurang. Jadi coba manfaatkan waktu malam harimu untuk memompa ASI dan menyusui. Stok ASI itu juga bisa kamu gunakan saat siang hari.


  6. Istirahat yang cukup
    Puasa bagi ibu menyusui pasti terasa berat, karena tubuh akan lebih sering lemas setelah memberikan ASI. Jadi, istirahatlah yang cukup agar kondisi fisik dan psikismu bisa pulih, sehingga produksi ASI juga tetap lancar.
  7. Berhentilah puasa jika sudah tidak sanggup
    Jangan terlalu memaksakan diri ya. Pikirkan juga kesehatan dirimu dan bayimu. Jika merasa tak kuat atau bayi kamu membutuhkan asupan ASI-mu secara lebih, kamu sebaiknya membatalkan puasa.
    Jadi Ibu menyusui boleh saja berpuasa pada saat bulan Ramadan, tapi secara agama mereka sebenarnya diberikan kelonggaran untuk tidak berpuasa. Jika demikian, sang ibu harus menggantinya di lain waktu atau membayarkan fidyah sesuai banyak hari yang ditinggalkan.

    Terimakasih dan semoga bermanfaat.

    By dr. Greg Agung H, SpOG ( dikutip dari beberapa sumber ).

Filed Under: Kebidanan & Kandungan Tagged With: menyusui bulan puasa, menyusui sambil puasa, ramadhan menyusui

Penanganan Penyakit COVID-19 Pada Ibu Hamil

31 March 2020 by GA Clinic 5 Comments

1. Bagaimana pengaruh infeksi virus Corona (SARSCov-2) terhadap kehamilan

a. Tidak ada perbedaan manifestasi klinis pada ibu hamil yang terinfeksivirus Corona dibandingkan dengan populasi umum.

b. Sebagian besar ibu hamil yang terinfeksi virus Corona hanya menunjukkan gejala seperti penyakit flu derajat ringan sampai sedang.

c. Gejala infeksi virus Corona yang berat seperti pneumonia terutama dapat terjadi pada ibu hamil berusia tua. Sejauh ini tidak terdapat laporan kematian ibu hamil yang terinfeksi virus Corona.

d. Ibu hamil memiliki risiko lebih tinggi untuk terinfeksi virus Corona dan gejala lebih berat akan terjadi pada ibu hamil yang memiliki penyakit penyerta, seperti asma dan kencing manis.

2. Bagaimana pengaruh virus Corona (SARSCov-2) terhadap janin?

a. Tidak ada bukti bahwa infeksi virus Corona meningkatkan angka keguguran.

b. Tidak ada bukti tentang transmisi vertikal virus Corona.

c. Terdapat beberapa data tentang peningkatan partus prematurus pada ibu hamil yang terinfeksi virus Corona.

3. Bagaimana cara menghindari infeksi virus Corona (SARSCov-2)?

a. Budayakan perilaku hidup bersih dan sehat, termasuk mencuci tangan bila habis melakukan sesuatu.

4. Apa yang harus ditakukan bila ibu hamil terpajan virus Corona (SARSCov-2)?

a. Bila ibu hamil merasa demam dan atau batuk terus-menerus, dianjurkan untuk tetap di rumah selama kurang lebih 7 hari sambil menghubungi dokter spesialis kebidanan tempat ibu hamil melakukan kontrol kehamilan.

b. Bila setelah 7 hari keluhan tidak membaik, ibu hamil harus segera menghubungi satgas Covid 19 terdekat.

5. Kapan ibu hamil harus menjalani pemeriksaan virus Corona (SARSCow-2)?

a. Pemeriksaan virus Corona diperlukan bila ibu hamil mengalami gejala dan keluhan terinfeksi serta memeriukan perawatan.

b. Pengambilan spesimen pada hamil secara prinsip sama dengan subyek lain, dapat melalui swab hidung, mulut atau dapat berupa sputum.

6. Bagaimana bita hasil pemeriksaan ibu hami menunjukkan infeksi virus Corona (SARSCov-2) positif?

a. Segera lapor pada bidan / dokter spesialis kandungan dimana ibu hamil biasa melakukan pemeriksaan kehamilan dan segera lakukan karantina mandiri.

b. Bila menunjukkan gejala berat, ibu hamil harus dirawat di rumah sakit rujukan.

c. Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan 14 hari setetah massa karantina berakhir.

7. Kapan ibu hamil harus melakukan karantina mandiri?

a. Bila ibu hamil memiliki gejala serta tanda-tanda infeksi virus Corona, seperti demam atau batuk terus-menerus.

b. Bila hasil pemeriksaan infeksi virus Corona positif.

c. Dalam karantina mandiri, ibu hamil harus melakukan hal-hal berikut:

i. Tetap berada di rumah, tidak boleh bepergian.

ii. Seandainya terpaksa ke luar rumah, tidak boleh menggunakan transportasi umum.

iii. Tinggal dalam ruangan tersendiri yang memiliki ventilasi baik.

iv. Tidak menerima kunjungan.

v. Memisahkan penggunaan peralatan makan dan peralatan mandi dari anggota keluarga yang lain

vi. Tetap menjaga kebugaran dan kesehatan, antara lain dapat dengan melakukan senam yoga.

8. Apakah ibu hamil tetap melakukan pemeriksaan kehamilan selama masa karantina sendiri?

a. Jadwal pemeriksaan rutin kehamilan ditunda sampai masa karantina mandiri selesai.

b. Dalam keadaan darurat dapat ditakukan konsultasi dengan teknologi tele medicine.

9. Kapan ibu hamé terinfeksi virus Corona (SARSCov-2) dapat ke rumah sakit?

a. Bila dijumpai keluhan terkait janin atau kehamilan yang bersifat darurat, ibu hamil dapat segera menghubungi dokter spesialis kandungan tempat melakukan pemeriksaan kehamilan untuk kemudian difasilitasi menuju RS rujukan terdekat.

b. Bila harus pergi ke RS, ibu hamil tidak dianjurkan menggunakan transportasi umum dan harus memberitahu petugas pendaftaran RS mengenai status sebagai orang terinfeksi virus Corona.

10. Bagaimana proses persalinan ibu hamii terinfeksi virus Corona (SARSCov-2)?

a. Sampai saat ini tidak terdapat data bahwa persalinan per abdominam akan memiliki luaran lebih baik dibandingkan persalinan pervaginam pada kasus infeksi virus Corona.

b. Tidak ada data terkait larangan analgesia spinal atau epidural saat persalinan.

11. Bagaimana risiko transmisi virus Corona (SARSCov-2) ke janin?

a. Saat ini tidak terdapat bukti transmisi vertikal virus Corona dari ibu hamil ke janin intra uterin.

b. Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi virus Corona dianjurkan untuk dilakuken pemeriksaan virus Corona.

c. Terdapat data pendukung untuk memisahkan perawatan bayi baru lahir selama 14 hari dari ibunya yang terinfeksi virus Corona.

d. Tidak terdapat data tentang penularan virus Corona melalui air susu ibu, risiko penularan meningkat karena kontak erat antara ibu dan bayi.

Filed Under: Kebidanan & Kandungan

Bayi Terlilit Tali Pusar, Apakah Berbahaya?

4 December 2019 by Dr. Gregorius Agung, SpOG Leave a Comment

Tali pusar berfungsi untuk mengantarkan nutrisi dan oksigen dari ibu ke bayi, agar bayi bisa bertahan hidup dalam kandungan. Itu sebabnya, keberadaan tali pusar yang sehat dan baik merupakan hal penting yang dibutuhkan bayi.

Adanya masalah pada tali pusar saat kehamilan bisa mengganggu nutrisi dan oksigen yang diterima bayi. Hal ini dapat mengakibatkan perkembangan dan pertumbuhan bayi terganggu.

Bukan hanya di dalam kandungan saja, tali pusar juga harus selalu dalam keadaan utuh dan baik saat bayi dilahirkan nantinya. Ini karena selama dan setelah proses kelahiran, bayi masih membutuhkan tali pusar sebagai penghantar oksigen dan nutrisi.

Baru setidaknya sekitar 2 menit setelah kelahiran, tali pusar boleh dipotong sehingga bayi kemudian menerima oksigen dari hidungnya sendiri. Meski begitu, salah satu komplikasi selama persalinan bisa menyebabkan bayi terlilit tali pusar tubuhnya sendiri.

Melansir dari jurnal BMC Pregnancy and Childbirth, kondisi ini bisa terjadi pada sekitar 1 dari 3 bayi yang lahir. Masih dari jurnal yang sama pula, kasus bayi terlilit tali pusar tercatat sebanyak 12 persen di usia kehamilan 24-26 minggu.

Bahkan, persentasenya dapat meningkat hingga mencapai 37 persen di akhir masa kehamilan. Tidak hanya pada bagian leher, tali pusar juga bisa melilit anggota badan bayi lainnya.

Kondisi ini bisa terjadi kapan saja, misalnya selama kehamilan maupun saat proses persalinan berlangsung. Dalam kandungan, tali pusar yang melilit bayi mungkin tidak menjadi masalah karena tali pusar mengapung dalam cairan ketuban.

Namun, saat bayi akan dilahirkan dan tali pusar melilit bayi, ini mungkin bisa menjadi masalah. Tali pusar bisa melilit leher bayi dan tertekan saat bayi dilahirkan. Alhasil, hal ini kemudian bisa mengurangi oksigen dan nutrisi yang seharusnya diterima bayi.

Bagaimana cara mendiagnosis ketika bayi terlilit tali pusar?

Kondisi bayi yang terlilit tali pusar tidak bisa terlihat secara kasat mata. Bahkan, Anda yang sedang mengandung juga tidak bisa merasakannya secara langsung.

Itulah mengapa pentingnya rutin menjalani pemeriksaan kehamilan, untuk mendeteksi kemungkinan adanya pada bayi di dalam kandungan. Ketika dokter melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG), biasanya lilitan tali pusar di tubuh atau kepala bayi akan terlihat.

Ada dua jenis USG yang bisa dilakukan selama kehamilan, yaitu USG abdominal yang dilakukan dari atas perut dan USG transvaginal, atau USG yang dilakukan dengan cara memasukkan transduser tersebut ke dalam vagina.

Jika bayi terlilit tali pusar ditemukan selama pemeriksaan, dokter akan secara rutin memantau kondisi ini sehingga bisa segera dilakukan penanganan bila nantinya ditemukan adanya risiko komplikasi.

Apakah bisa melahirkan normal dalam kondisi ini?

Bisa tidaknya Anda melahirkan secara normal bila bayi Anda terlilit tali pusar tergantung dari perkembangan bayi sendiri yang bisa dipantau dengan rajin kontrol ke dokter kandungan dan juga tergantung dari berapa banyak lilitan yang terjadi.

Bayi yang terlilit tali pusar satu kali ada kemungkinan melahirkan secara normal karena adanya selaput pelindung yang melapisi tali pusar yang berbentuk seperti jeli sehingga akan membuat tali licin dan bisa dilepas.

Sementara bila terjadi lebih dari satu lilitan biasanya tidak memungkinkan bayi untuk lahir normal, sehingga dokter akan menyarankan Anda untuk melahirkan dengan operasi caesar untuk mencegah terjadinya komplikasi selama kelahiran yang bisa menyebabkan bayi meninggal dalam kandungan.

Seperti apa sih bayi terlilit tali pusar itu?

Berikut ini adalah operasi yang saya lakukan pada pasien saya yang bayinya terlilit tali pusar dua kali.

Filed Under: Kebidanan & Kandungan

Pekerjaan Rumah Tangga Yang Tidak Boleh Dilakukan Selama Hamil

2 October 2019 by Dr. Gregorius Agung, SpOG Leave a Comment

Kehamilan merupakan salah satu fase membahagiakan bagi seorang perempuan selama hidupnya. Demi menjaga kesehatan kandungan dan juga janin dalam perutnya, ibu hamil haruslah menjaga kesehatan dan asupan nutrisi selama kehamilan.

Tapi sebagai ibu kadang Anda tidak dapat dilepaskan dalam berbagai pekerjaan rumah tangga termasuk saat hamil. Namun tahukan Anda jika tidak semua pekerjaan rumah aman dilakukan oleh ibu hamil? Pekerjaan ringan seperti menyapu dan cuci piring tentu masih bisa Anda lakukan, namun beberapa pekerjaan rumah yang berat dapat memicu risiko komplikasi kehamilan.

Beberapa perkerjaan rumah yang sebaiknya Anda hindari saat hamil antara lain:

Memindahkan barang yang berat

Mengangkat benda berat merupakan hal yang sering dilakukan oleh ibu rumah tangga saat suami tidak ada di rumah. Mulai dari mengangkat tabung gas, ember yang berisi cucian basah, bahkan mengangkat galon ke dispenser.

Namun saat sedang hamil, hindari melakukan pekerjaan rumah yang mengharuskan Anda untuk mengangkat benda berat. Karena ketika hamil, perubahan hormon yang terjadi dalam tubuh membuat sendi dan ligamen menjadi lebih lemah. Akibatnya, Anda lebih berisiko mengalami cedera atau nyeri otot jika mengangkat atau memindahkan benda berat.

Selain itu, Anda juga perlu lebih hati-hati dengan kondisi punggung, sebab membawa janin di dalam rahim saja sudah memberi banyak tekanan kepada punggung Anda. Jika tetap memaksakan diri untuk mengangkat atau memindahkan benda berat, Anda berpotensi besar untuk mengalami nyeri punggung.

Mengangkat atau memindahkan benda berat saat hamil juga dapat memicu munculnya kondisi yang lebih serius, seperti perdarahan, persalinan prematur, dan air ketuban pecah dini.

Oleh karena itu, hindarilah mengangkat atau memindahkan benda berat saat hamil, ya. Mintalah bantuan suami atau orang rumah jika memang ada benda berat yang perlu dipindahkan.

Mengepel lantai

Mengepel lantai adalah pekerjaan rumah tangga yang terlihat tidak berbahaya, namun saat hamil mengepel lantai adalah pekerjaan yang harus dilakukan dengan hati-hati atau lebih baik dihindari.

Mengepel dapat menimbulkan linu pinggul dan peradangan saraf siatik. Posisi saat mengepel dapat memberikan tekanan pada janin dan membuat kehamilan menjadi beresiko.

Selain itu keadaan lantai yang basah oleh air sabun dapat mengakibatkan ibu hamil tergelincir dan jatuh.

Membersihkan kotak kotoran kucing

Apabila Anda memelihara kucing, sebaiknya hindari dulu aktivitas membersihkan kandang dan kotorannya selama kehamilan. Cobalah minta suami atau orang lain untuk menggantikan Anda melakukan tugas ini sementara waktu.

Kotoran kucing biasanya mengandung parasit Toxoplasma gondii. Jika nekat membersihkan kotoran kucing, Anda bisa terkena toksoplasmosis. Kondisi ini bukan hanya berbahaya untuk Anda, tapi juga untuk janin di kandungan Anda.

Efek dari infeksi ini bisa ringan hingga parah. Kelahiran prematur dan kerusakan organ mata, kulit, dan otak merupakan beberapa masalah kesehatan yang dapat dialami janin jika Anda terinfeksi parasit ini.

Lebih parahnya lagi, terpapar parasit Toxoplasma gondii kerap kali tidak menimbulkan gejala, sehingga banyak ibu hamil yang tidak sadar bahwa ia dirinya telah terinfeksi. Bila Anda pernah membersihkan kotoran kucing dari kandangnya atau merasa memiliki risiko tinggi terinfeksi, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter.

Berdiri terlalu lama

Hindari pekerjaan rumah yang mengakibatkan berdiri terlalu lama, karena berdiri terlalu lama dapat menambah tekanan pada kaki dan punggung yang tentunya tidak baik bagi ibu hamil.

Kegiatan yang membutuhkan berdiri dengan waktu yang cukup lama adalah memasak. Namun bukan berarti ibu hamil tidak boleh memasak!

Untuk ibu hamil, dianjurkan melakukan aktivitas memasak seperti memotong, mengulek atau mempersiapkan bahan dengan posisi duduk.

Posisi berdiri tetap boleh dilakukan, namun dengan jangka waktu yang tidak terlalu lama. Maka dari itu, lebih baik masaklah makanan yang tidak membutuhkan waktu lama.

Membersihkan rumah dengan produk berbahan kimia

Anda mungkin risih melihat lantai kamar mandi yang kotor dan ingin segera membersihkannya dengan larutan berbahan kimia. Anda juga mungkin tidak tahan dengan keberadaan serangga yang ada di rumah dan ingin membasminya dengan semprotan antiserangga.

Sayangnya, ada beberapa zat kimia di produk tersebut yang tidak aman bagi kesehatan Anda dan janin.

Pada masa-masa ini, lebih baik Anda memakai bahan pembersih yang alami dan aman, seperti soda kue, cuka, atau asam borat, untuk membasmi serangga.

Nah, itulah 6 pekerjaan rumah yang pantang dilakukan oleh ibu hamil muda.

Selain menghindari beberapa pekerjaan rumah di atas selama hamil, Anda juga perlu menjalani gaya hidup sehat, termasuk memerhatikan asupan nutrisi. Ingat, semua makanan dan minuman yang Anda konsumsi serta aktivitas yang Anda lakukan akan berpengaruh pada janin di dalam kandungan.

Pastikan juga Anda melakukan pemeriksaan kandungan secara rutin ke dokter kandungan. Selain memantau kondisi kandungan dan janin, dokter juga akan memberi tahu hal apa saja yang perlu Anda lakukan untuk menjaga kesehatan selama kehamilan.

Filed Under: Kebidanan & Kandungan Tagged With: pekerjaan rumah selama hamil, pekerjaan rumah tangga

Mengenal Preeklamsia – Gejala, Penyebab, dan Cara Mengobati

6 September 2019 by Dr. Gregorius Agung, SpOG Leave a Comment

Kehamilan sering kali memang membingungkan. Anda sebagai calon ibu perlu mengetahui mana kondisi yang normal dan mana yang berbahaya. Salah satu kondisi yang hanya terjadi pada saat kehamilan adalah pre-eklamsia.

Pre-eklampsia merupakan suatu kondisi berbahaya yang terjadi pada saat hamil yang diakibatkan oleh tekanan darah tinggi dan kelebihan protein dalam urine. Penyakit ini biasanya timbul setelah 20 minggu usia kehamilan.

Gejala Pre-eklampsia

Preeklamsia kadang-kadang bisa berkembang tanpa gejala apa pun atau hanya menimbulkan gejala ringan tapi pada umumnya tanda klinis utama dari preeklampsia adalah tekanan darah yang terus meningkat. Oleh karena itu, memonitor tekanan darah secara rutin menjadi hal penting untuk dilakukan selama masa kehamilan. Jika tekanan darah wanita hamil mencapai 140/90 mm Hg atau lebih, segeralah berkonsultasi dengan dokter kandungan, terutama bila ditemukan nilai tekanan darah yang tinggi dalam 2 kali pemeriksaan rutin yang terpisah.

Selain hipertensi, tanda klinis dan gejala lainnya dari preeklamsia adalah sebagai berikut :

  • Sesak napas akibat cairan di paru-paru.
  • Sakit kepala parah.
  • Berkurangnya volume urine.
  • Gangguan penglihatan, misalnya pandangan hilang secara sementara, menjadi kabur, atau sensitif terhadap cahaya.
  • Mual dan muntah.
  • Rasa nyeri pada perut bagian atas (biasanya di bawah tulang rusuk sebelah kanan).
  • Meningkatnya kandungan protein pada urine (proteinuria).
  • Gangguan fungsi hati.
  • Pembengkakan pada telapak kaki, pergelangan kaki, wajah, dan tangan.
  • Menurunnya jumlah trombosit dalam darah (trombositopenia).

Laju pertumbuhan janin yang melambat juga bisa menandakan sang ibu menderita preeklamsia. Kondisi ini disebabkan oleh berkurangnya pasokan darah ke plasenta, sehingga janin mengalami kekurangan pasokan oksigen dan nutrisi.

Agar preeklamsia bisa segera terdiagnosis dan ditangani, lakukanlah konsultasi rutin dengan dokter kandungan setiap bulan. Jangan ragu untuk lebih sering melakukan konsultasi dengan dokter kandungan jika merasakan gejala-gejala yang tidak wajar selama masa kehamilan.

Penyebab Preeklamsia

Penyebab preeklamsia belum diketahui secara pasti tetapi beberapa sumber menyebutkan kemungkinan ada beberapa faktor yang mendasari terjadinya preeklamsia yakni kelainan pada plasenta, ukuran pembuluh darah yang lebih sempit, serta mungkin terjadinya rangsangan berbeda di setiap sistem hormon tubuh pada ibu hamil.

Adapun faktor yang mendorong peningkatkan risiko terjadinya penyakit preeklamsia ini, antara lain:

  • Kurangnya nutrisi ibu hamil saat kehamilan
  • Kehamilan anak pertama
  • Adanya riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
  • Mengandung anak kembar
  • Usia ibu terlalu muda atau terlalu tua (kurang dari 20 tahun atau berusia di atas 40 tahun)
  • Mengalami obesitas pada saat hamil
  • Memiliki riwayat keluarga dengan kondisi preeklamsia
  • Usia kehamilan terlalu jauh (kembali hamil setelah kurang lebih 10 tahun tidak hamil)

Pemeriksaan Preeklamsia

Preeklamsia merupakan kondisi yang harus diperiksakan secara langsung ke dokter untuk dapat memastikan sumber penyebab penyakit yang mendasarinya. Berikut adalah beberapa pemeriksaan yang mungkin dapat dilakukan bila Anda mengalami kondisi dan gejala preeklamsia, yaitu:

  • Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik pada alat-alat vital termasuk pemeriksaan lain yang berkaitan.
  • Tes darah. Pemeriksaan darah juga bisa meliputi tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, dan pemeriksaan yang terkait dengan sistem pembekuan darah.
  • Analisa urin. Dokter biasanya akan mengumpulkan urin selama 24 jam terakhir yang bertujuan untuk memeriksa dan mengukur jumlah protein dalam urin tersebut. Sampel urin tunggal yang mengukur rasio protein terhadap kreatinin (bahan kimia dalam urin) juga dapat digunakan untuk membuat diagnosis
  • Fetal ultrasound. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan kondisi janin, menentukan perkiraan berat badan janin, serta memperkirakan jumlah air ketuban pada saat kelahiran.
  • Nonstress test or biophysical profile. Tes non-stress adalah prosedur sederhana yang memeriksa bagaimana detak jantung bayi bereaksi ketika bayi bergerak. Profil biofisik menggunakan ultrasound dapat mengukur pernapasan bayi, tonus otot, gerakan, dan volume cairan ketuban di dalam rahim.

Pengobatan dan Pencegahan Preeklamsia

Apabila seorang wanita hamil memiliki risiko tinggi untuk mengalami preeklamsia, biasanya dokter akan memberikan aspirin dosis rendah, mulai dari usia kehamilan 12 minggu sampai bayi lahir, untuk menurunkan risiko terkena preeklamsia.

Wanita yang kekurangan asupan kalsium sebelum dan saat kehamilan, juga akan disarankan mengonsumsi suplemen kalsium untuk mencegah preeklamsia. Meski demikian, wanita hamil sebaiknya jangan mengonsumsi obat, vitamin, atau suplemen apa pun tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter kandungan.

Pada dasarnya, hanya proses kelahiranlah yang bisa menyembuhkan preeklamsia. Jika preeklamsia muncul ketika usia janin belum cukup untuk dilahirkan, dokter kandungan akan memonitor kondisi tubuh penderita dan bayi dengan seksama, hingga usia bayi sudah cukup untuk dilahirkan. Dokter juga biasanya akan lebih sering melakukan pemeriksaan darah dan USG terhadap pasien.

Ketika preeklamsia semakin parah, wanita hamil akan disarankan untuk rawat inap di rumah sakit sampai janin siap dilahirkan. Dokter akan menjalankan pemeriksaan NST secara rutin guna memantau kesehatan janin.

Jika preeklamsia muncul ketika usia janin sudah cukup untuk dilahirkan, biasanya dokter akan menyarankan tindakan induksi atau bedah caesar untuk mengeluarkan bayi sesegera mungkin. Langkah ini diambil agar preeklamsia tidak berkembang menjadi lebih parah.

Obat-obatan yang biasanya diberikan pada wanita hamil yang menderita preeklamsia adalah:

  • Antihipertensi. Dokter akan meresepkan obat penurun tekanan darah yang aman bagi janin dan ibunya.
  • Kortikosteroid. Paru-paru janin bisa berkembang lebih cepat dalam waktu singkat dengan bantuan obat ini. Selain itu, kortikosteroid juga dapat meningkatkan kinerja liver dan trombosit, sehingga kehamilan dapat dipertahankan lebih lama
  • Antikejang. Dokter bisa saja meresepkan obat antikejang jika preeklamsia yang diderita cukup parah, agar terhindar dari munculnya kejang.


Komplikasi Preeklamsia

Pada wanita hamil, preeklamsia bisa menimbulkan komplikasi sebagai berikut:

  • Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count). Ini adalah sindrom rusaknya sel darah merah, meningkatnya enzim liver, dan rendahnya jumlah trombosit. Sindrom HELLP bisa mengancam keselamatan wanita hamil dan janinnya.
  • Eklamsia. Preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia yang ditandai dengan kejang-kejang. Kejang ini bisa mengancam keselamatan sang ibu dan janin yang dikandungnya.
  • Penyakit kardiovaskular. Risiko terkena penyakit yang berhubungan dengan fungsi jantung dan pembuluh darah akan meningkat jika seseorang pernah menderita preeklamsia.
  • Kegagalan organ. Preeklamsia bisa menyebabkan disfungsi beberapa organ seperti, paru, ginjal, dan hati.
  • Gangguan pembekuan darah. Komplikasi yang timbul dapat berupa perdarahan karena kurangnya protein yang diperlukan untuk pembekuan darah, atau sebaliknya, terjadi penggumpalan darah yang menyebar karena protein tersebut terlalu aktif.
  • Solusio plasenta. Lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum kelahiran dapat mengakibatkan perdarahan serius dan kerusakan plasenta, yang akan membahayakan keselamatan wanita hamil dan janin.
  • Stroke hemoragik. Kondisi ini ditandai dengan pecahnya pembuluh darah otak akibat tingginya tekanan di dalam pembuluh tersebut. Ketika seseorang mengalami perdarahan di otak, sel-sel otak akan mengalami kerusakan karena adanya penekanan dari gumpalan darah, dan juga karena tidak mendapatkan pasokan oksigen akibat terputusnya aliran darah. Kondisi inilah yang menyebabkan kerusakan otak atau bahkan kematian.

Pada janin, preeklamsia juga bisa menyebabkan pertumbuhan menjadi lambat. Jika preeklamsia yang diderita ibu hamil cukup parah, maka janin harus dilahirkan meski organ tubuhnya belum sempurna. Komplikasi serius, seperti kesulitan bernapas, bisa diderita bayi yang lahir dengan kondisi ini. Terkadang bayi bisa meninggal di dalam kandungan. Dalam kondisi seperti ini, bayi harus menerima perawatan dan pengawasan secara intensif.

Postpartum preeklamsia

Dalam kasus yang jarang terjadi, seorang wanita mungkin mengalami tekanan darah tinggi setelah melahirkan. Ini dikenal sebagai postpartum preeklamsia.

Ini dapat terjadi antara beberapa hari dan beberapa minggu setelah melahirkan. Gejala utamanya adalah tekanan darah tinggi dan protein dalam urine. Gejala preeklampsia yang normal, seperti sakit kepala yang parah dan wajah yang bengkak, juga bisa terjadi.

Ini mudah diobati dengan obat tekanan darah dan obat-obatan yang mengurangi dan mencegah kejang. Biasanya obat yang diresepkan tidak akan memengaruhi kemampuan untuk menyusui.

Filed Under: Kebidanan & Kandungan Tagged With: hipertensi saat hamil, preeklampsia, preeklamsia

  • « Previous Page
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • …
  • 10
  • Next Page »

Login Pasien


Links

  • RS Husada Utama
  • RS Lombok Dua Dua
  • RSIA Kendangsari MERR
  • RSIA Kendangsari Surabaya

The Doctor

Dr. Gregorius Agung H, SpOG menyelesaikan pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya pada tahun 1992 dan Pendidikan Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di universitas yang sama pada tahun 2002. Read More »

Peta Lokasi

Contact Us

GA Clinic - Dr. Gregorius Agung H, SpOG
Jl. Menur Pumpungan 167 A
Surabaya, 60118 · Indonesia

phone: (031) 5963706
email: gregspog@yahoo.com

Copyright © 2022 · Dokter Kandungan Surabaya | Dr. Greg Agung, SpOG