Kanker serviks adalah kanker yang muncul pada sel-sel di leher rahim. Kanker ini terjadi saat ada sel-sel di leher rahim alias serviks yang tidak normal, dan berkembang terus dengan tidak terkendali. Sel-sel abnormal ini dapat berkembang dengan cepat, sehingga mengakibatkan tumbuhnya tumor pada serviks. Tumor yang ganas ini kemudian akan berkembang dan menjadi penyebab kanker serviks.
Kanker serviks adalah salah satu jenis kanker yang paling banyak menelan korban pada wanita di seluruh penjuru dunia. Menurut data Kementerian Kesehatan RI, setidaknya dilaporkan ada 15.000 kasus kanker serviks setiap tahunnya yang terjadi di Indonesia. Sayangnya, deteksi dini seperti dengan tes pap smear rutin masih belum menjadi perhatian umum. Apalagi kanker
serviks ini juga tidak akan menunjukkan gejala pada tahap awal. Gejala baru muncul saat kanker sudah mulai menyebar dan memasuki tahap stadium lanjut. Dalam banyak kasus, kanker serviks ini juga berkaitan erat dengan infeksi menular seksual (IMS).
Human papilloma virus (HPV) adalah penyebab dari kanker serviks baik secara biologik maupun epidemiologik. Ada dua golongan HPV yaitu HPV risiko tinggi atau disebut HPV onkogenik yaitu utamanya tipe 16, 18, dan 31, 33, 45, 52, 58, sedangkan HPV risiko rendah atau HPV non-onkogenik yaitu tipe 6, 11, 32, dsb. Human papilloma virus tipe 16 dan 18 bertanggung jawab untuk sekitar 70% kanker pada serviks, vagina dan anus. Meskipun demikian, HPV tidak cukup untuk menimbulkan kanker karena dikenal faktor lain yang disebut ko-faktor yang juga berperan untuk terjadinya kanker.Partikel HPV dapat dibuat dengan menggunakan kapsid L1 untuk kemudian dieksploitasi menjadi vaksin. Vaksin ini dapat menimbulkan titer antibodi yang tinggi terhadap infeksi HPV, sehingga vaksinasi HPV diharapkan dapat berperan atau memberikan manfaat yang baik untuk program pencegahan kanker serviks.
Meskipun terinfeksi HPV, tidak semua wanita akan menderita kanker serviks dikemudian hari. Ada 3 kofaktor yg berperan :
- Eksogen/lingkungan ; kontrasepsi, merokok, paritas dan infeksi penyakit PHS
- Virus : ko infeksi tipe HPV lain, varian HPV, viral load dan integrasi dari virus
- Ko faktor dari pejamu ; hormon endogen, faktor genetika, dan faktor lain yg berkaitan dengan respon imun
Faktor Risiko Kanker Serviks
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan seorang wnaita terkena kanker serviks, antara lain:
- Faktor keturunan.
- Usia, terutama wanita yang berusia 40 tahun ke atas.
- Merokok.
- Kurangnya konsumsi buah dan sayur.
- Berat badan berlebih (obesitas).
- Penggunaan kontrasepsi minum (pil KB) jangka panjang.
- Frekuensi hamil dan melahirkan.
- Hamil atau melahirkan di usia sangat muda.
- Kondisi medis tertentu, seperti infeksi klamidia.
- Konsumsi obat-obatan tertentu
Gejala Kanker Serviks
Gejala baru akan muncul saat tumor sudah tumbuh. Tumor ini kemudian dapat mendorong organ di sekitar dan mengganggu sel-sel sehat. Nah, berikut ini gejala kanker serviks yang perlu diwaspadai:
- Perdarahan yang tidak wajar dari Miss V.
- Siklus menstruasi jadi tidak teratur.
- Nyeri pada panggul (di perut bagian bawah).
- Nyeri saat berhubungan seks dan atau keluar darah per vaginam.
- Nyeri di pinggang (punggung bawah) atau kaki.
- Badan lemas dan mudah lelah.
- Berat badan menurun, padahal tidak sedang diet.
- Kehilangan nafsu makan.
- Keputihan vagina yang tidak normal, seperti berbau menyengat atau disertai darah.
- Salah satu kaki membengkak.
Diagnosis Kanker Serviks
Diagnosis kanker serviks ditegakkan dengan tes pap smear. Dokter dapat melakukan tes lainnya untuk melihat sel kanker atau pre-kanker pada serviks jika tes pap smear menunjukkan malfungsi perubahan sel, seperti kolposkopi dan biopsi. Jika dokter menemukan adanya potensi kanker serviks, dokter kemudian akan memeriksa seberapa parah kondisi (tahap stadium) kanker. Tesnya dapat meliputi hal-hal di bawah ini.
Pemeriksaan kondisi rahim, vagina , rektum, dan kemih apabila terdapat kanker.
- Tes darah untuk memeriksa kondisi sekitar organ kewanitaan, seperti tulang, darah dan ginjal.
- Tes pemindaian, yaitu dengan teknologi Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic resonance imaging (MRI) scan, sinar X, dan Positive emission tomography (PET) scan. Tujuan dari tes adalah mengidentifikasi tumor kanker dan apabila sel kanker telah menyebar (metastasis).
Pengobatan Kanker Serviks
Jika dokter sudah yakin bahwa kamu mengidap kanker serviks, terdapat beberapa pilihan penanganan yang bisa dilakukan. Antara lain dengan operasi, radioterapi, dan kemoterapi. Metode pengobatan tersebut juga bisa dikombinasikan untuk melenyapkan sel kanker.
Pencegahan Kanker Serviks
- Rutin melakukan pemeriksaan pap smear.
- Mendapatkan vaksinasi HPV.
- Hindari merokok.
- Lakukan hubungan intim yang aman dengan menggunakan kondom.
- Menjaga kebersihan area intim kewanitaan.
- Hindari gonta ganti pasangan
Waspadai Gejala Kanker Serviks
Sayangnya, gejala awal kanker serviks kerap diabaikan karena dianggap sebagai keluhan yang normal. Berikut beberapa gejala awal kanker serviks yang perlu diwaspadai:
- Gangguan buang air kecil seperti nyeri saat berkemih, atau buang air kecil berdarah jika kanker sudah menyebar ke saluran kencing.
- Gangguan buang air besar, jika kanker sudah menyebar ke saluran pencernaan.
- Keputihan dalam jangka waktu lama.
Sementara itu, jika sudah menginjak stadium lanjut, gejala kanker serviks bisa muncul dengan tanda-tanda berikut:
- Keputihan yang lama, berbau, atau bercampur darah.
- Perdarahan yang terjadi setelah masa menopause.
- Perdarahan yang terjadi setelah pemeriksaan panggul atau pembersihan alat kelamin wanita (douching).
- Perdarahan yang terjadi di luar masa menstruasi.
- Periode menstruasi yang terjadi lebih berat dan lebih lama daripada biasanya.
- Nyeri saat berhubungan intim.
- Nyeri di area panggul.
- Penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas.
Bagaimana Kanker Serviks Bisa Terjadi?
Kanker serviks terjadi saat sel-sel yang sehat mengalami perubahan atau mutasi genetik. Mutasi tersebut dapat mengubah sel yang normal menjadi abnormal, yang kemudian berkembang tak terkendali dan membentuk sel kanker. Lalu, apa yang menyebabkan terjadinya hal ini? Belum diketahui secara pasti juga.
Namun, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risikonya. Faktor utamanya adalah kelompok virus bernama HPV (human papilloma virus) yang menginfeksi serviks atau leher rahim. Selain area kelamin, virus ini juga dapat menginfeksi kulit dan membran mukosa di anus, mulut, serta tenggorokan.
Pada serviks, HPV menular lewat hubungan seksual, dan penularannya semakin berisiko jika:
- Memiliki lebih dari satu pasangan seksual.
- Melakukan hubungan seks di usia dini.
- Memiliki kekebalan tubuh yang lemah, misalnya pada pengidap HIV/AIDS.
- Mengidap infeksi menular seksual, seperti gonore, klamidia, dan sifilis.
Selain hal-hal tadi, ada juga beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami kanker serviks, yaitu:
- Memiliki berat badan berlebih (obesitas).
- Pola makan tak sehat, serta kurang konsumsi buah dan sayuran.
- Mengonsumsi pil KB selama 5 tahun atau lebih.
- Melahirkan lebih dari 5 anak, atau melahirkan di bawah usia 17 tahun.
- Memiliki riwayat kanker serviks dalam keluarga.
Perlu diketahui bahwa ketika sudah memasuki stadium lanjut dan sel kanker telah menyebar ke berbagai organ lainnya, peluang kesembuhan untuk pengidap bisa sangat kecil. Oleh karena itu, jangan abaikan gejala-gejala awal yang telah disebutkan tadi.
Lakukan Pap Smear Sebagai Langkah Deteksi Dini Kanker Serviks.
Pap smear dilakukan untuk mendeteksi sel-sel yang berpotensi menjadi kanker. Namun, tes ini bukanlah tes untuk kanker, melainkan untuk memeriksa kesehatan sel-sel pada leher rahim (serviks). Bagi wanita yang pernah berhubungan seksual dan berusia 25–49 tahun, disarankan untuk rutin melakukan pap smear setiap tiga tahun sekali. Sedangkan bagi wanita yang berusia 50–64 tahun, disarankan untuk rutin melakukan pap smear setiap lima tahun sekali.
Melakukan pemeriksaan secara rutin membuat sel kanker pada serviks terdeteksi lebih awal, sehingga persentase kesembuhan menjadi lebih besar. Perlu diketahui, pemeriksaan rutin tersebut wajib dilakukan mengingat kanker serviks tidak menimbulkan tanda dan gejala di awal kemunculannya. Hal tersebut yang membuat banyak wanita yang tidak menyadari bahwa dirinya sudah terinfeksi HPV.
Vaksin HPV penting untuk diberikan sejak dini guna mencegah penularan penyakit yang disebabkan oleh virus HPV, termasuk kanker serviks. Kanker serviks sendiri diketahui merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi pada wanita.
Pemberian vaksin human papillomavirus (HPV) adalah bagian dari rangkaian vaksinasi untuk anak-anak dan remaja. Meski begitu, wanita dewasa muda yang sudah berhubungan seksual secara aktif juga perlu mendapatkan suntikan vaksin HPV.
Waktu yang Tepat untuk Mendapatkan Vaksin HPV.
Infeksi HPV sering kali tidak menimbulkan gejala yang khas. Namun, lebih dari 50% wanita dan pria yang aktif secara seksual pernah terinfeksi virus ini. Oleh karena itu, pemberian vaksin lebih awal penting dilakukan untuk melindungi tubuh dari infeksi HPV.
Vaksin HPV dapat diberikan kepada anak-anak, baik perempuan maupun laki-laki. Usia yang tepat untuk menerima vaksin ini adalah 10–13 tahun. Namun, orang dewasa yang belum pernah mendapatkan vaksin HPV sebelumnya atau belum pernah berhubungan seksual hingga usia 26 tahun juga masih bisa mendapatkan vaksinasi HPV.
Sementara itu, orang dewasa berusia di atas 27 tahun atau yang sudah aktif berhubungan seksual sebaiknya berkonsultasi ke dokter terlebih dahulu sebelum memperoleh vaksin HPV.
Di Indonesia, pemerintah sudah memasukkan vaksin HPV ke dalam program wajib vaksinasi pemerintah. Vaksinasi wajib ini dikhususkan untuk anak perempuan yang berusia 10–13 tahun (atau sekitar kelas 5 dan 6 SD) dan diberikan setiap tahun pada bulan Agustus, tepatnya saat bulan imunisasi anak sekolah (BIAS).
Vaksin HPV ini gratis untuk sasaran kelompok vaksinasi wajib. Sementara yang tidak termasuk dalam kelompok vaksinasi wajib dapat melakukan vaksinasi HPV secara mandiri.
Dosis dan Jadwal Pemberian Vaksin HPV
Idealnya, vaksin HPV diberikan kepada remaja atau orang dewasa muda yang belum pernah mendapatkan vaksin HPV sebelumnya dan belum aktif secara seksual.
Dosis vaksin HPV untuk anak usia di bawah 15 tahun diberikan sebanyak 2 kali, dengan jarak dosis kedua adalah 6–12 bulan setelah dosis pertama. Sementara untuk remaja dan dewasa muda berusia 15–26 tahun, diberikan 3 kali suntikan vaksin HPV dalam periode 6 bulan.
Perlu diperhatikan bahwa vaksin HPV tidak disarankan untuk ibu hamil atau pernah mengalami reaksi alergi berat setelah menerima vaksin HPV sebelumnya. Sementara itu, ibu menyusui masih dapat menerima suntikan HPV.
Orang yang sedang sakit atau demam disarankan untuk menunda vaksinasi HPV, guna membedakan gejala penyakit yang dialami dengan reaksi tubuh terhadap vaksin.
Vaksinasi HPV penting diperoleh untuk mencegah penyakit kanker serviks dan kutil kelamin yang merupakan beberapa jenis kondisi medis akibat infeksi virus HPV. Jika Anda atau anak Anda belum pernah mendapatkan vaksin HPV, berkonsultasilah dengan dokter untuk merencanakan jadwal vaksinasi HPV yang tepat.